PERAWAT ASROB

25 Februari 2009

KEPERAWATAN PERIOPERATIF

Filed under: KMB — ROBBY BEE @ 5:37 AM

I. PENDAHULUAN
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hapir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anstesi dan perawat) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.
Ada 3 faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien, jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor pasien merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut tidakan pembedahan adalahhal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerikan yang pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah pentig untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah-langkah perioperatif. Tindakan perawatan perioperatif yang? berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien.
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN PERIOPERATIF
Tindakan operasi atau pembedahan, baik elektif maupun kedaruratan adalah peristiwa kompleks yang menegangkan. Kebanyakan prosedur bedah dilakukan di kamar operasi rumah sakit, meskipun beberapa prosedur yang lebih sederhana tidak memerlukan hospitalisasi dan dilakukan di klinik-klinik bedah dan unit bedah ambulatori. Individu dengan masalah kesehatan yang memerlukan intervensi pembedahan mencakup pula pemberian anastesi atau pembiusan yang meliputi anastesi lokal, regional atau umum.
Sejalan dengan perkembangan teknologi yang kian maju. Prosedur tindakan pembedahan pun mengalami kemajuan yang sagat pesat. Dimana perkembangan teknologi mutakhir telah mengarahkan kita pada penggunaan prosedur bedah yang lebih kompleks dengan penggunaan teknik-teknik bedah mikro (micro surgery techniques) atau penggunaan laser, peralatan by Pass yang lebih canggih dan peralatan monitoring yang kebih sensitif. Kemajuan yang sama juga ditunjukkan dalam bidang farmasi terkait dengan penggunaan obat-obatan anstesi kerja singkat, sehingga pemulihan pasien akan berjalan lebih cepat. Kemajuan dalam bidang teknik pembedahan dan teknik anastesi tentunya harus diikuti oleh peningkatan kemampuan masing-masing personel (terkait dengan teknik dan juga komunikasi psikologis) sehingga outcome yang diharapkan dari pasien bisa tercapai.
Perubahan tidak hanya terkait dengan hal-hal tersebut diatas. Namun juga diikuti oleh perubahan pada pelayanan. Untuk pasien-pasien dengan kasus-kasus tertentu, misalnya : hernia. Pasien dapat mempersiapkan diri dengan menjalani pemeriksaan dignostik dan persiapan praoperatif lain sebelum masuk rumah sakit. Kemudian jika waktu pembedahannya telah tiba, maka pasien bisa langsung mendatangi rumah sakit untuk dilakukan prosedur pembedahan. Sehingga akan mempersingkat waktu perawatan pasien di rumah sakit.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu preoperative phase, intraoperative phase dan post operative phase. Masing- masing fase di mulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yan dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan. Disamping perawat kegiatan perioperatif ini juga memerlukan dukungan dari tim kesehatan lain yang berkompeten dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien dapat tercapai sebagai suatu bentuk pelayanan prima.
BERIKUT ADALAH GAMBARAN UMUM MASING-MASING TAHAP DALAM KEPERAWATAN PERIOPERATIF
Fase pra operatif; dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pra operatif dan menyiapkan pasien untuk anstesi yang diberikan dan pembedahan.
Fase intra operatif; dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh: memberikan dukungan psikologis selama induksi anstesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien d atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan tubuh.
Fase pasca operatif; dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan (Recovery Room) dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Lingkup aktivitas keperawaan mecakup renatang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anestesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan.
PEMBEDAHAN : INDIKASI DAN KLASIFIKASI
Tindakan pembedahan dilakukan dengan berbagai indikasi, diantaranya adalah :
1. Diagnostik : biopsi atau laparotomi eksplorasi
2. Kuratif : Eksisi tumor atau mengangakat apendiks yang mengalami inflamasi
3. Reparatif : Memperbaiki luka multipel
4. Rekonstruktif/Kosmetik : Mammoplasty, atau bedah platik
5. Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh: pemasangan selang gastrostomi yang dipasang untuk mengkomponsasi terhadap ketidakmampuan menelan makanan.
Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :
1. Kedaruratan/Emergency
Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka bakar sanagat luas.
2. Urgen
Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30 jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.
3. Diperlukan
Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam bebeapa minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan tyroid, katarak.
4. Elektif
Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak dilakukan pembedahan maka tidak terlalu membahayakan. Contoh : perbaikan Scar, hernia sederhana, perbaikan vaginal.

5. Pilihan
Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh : bedah kosmetik.
Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi :
1. Minor
Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Contoh : insisi dan drainase kandung kemih, sirkumsisi
2. Mayor
Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius. Contoh : Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dll.
III. TAHAPAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF
Keperawatan perioperatif dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu :
a. Keperawatan Pre Operatif
b. Keperawatan Intra Operatif
c. Keperawatan Post Operatif

6 November 2010

10 FACTS ON BLOOD

Filed under: FISIOLOGI&ANATOMI, MATERI KEPERAWATAN — ROBBY BEE @ 4:20 AM

Fact 1

Blood transfusion saves lives and improves health, but millions of patients requiring transfusion do not have timely access to safe blood. Every country needs to ensure that blood supplies are sufficient and free from HIV, hepatitis viruses and other chronic infections that can be transmitted through unsafe transfusion.

Fact 2

In high-income countries, transfusion is most commonly used to support invasive medical procedures and surgeries like open-heart surgery and organ transplant. In low- and middle-income countries it is used more often in pregnancy-related complications and severe childhood anaemia. As the demand for blood is increasing, blood shortages are common. More blood donors are needed to replace those that are lost every year due to ill health, retirement and relocation.

Fact 3

It is estimated that around 93 million blood donations are given every year. About 50% of these are donated in low- and middle-income countries where nearly 85% of the world’s population lives. The average blood donation rate is more than 13 times greater in high-income countries than in low- and middle-income.

Fact 4

Blood is collected in about 8000 blood centres spread all over the world. The average annual blood donation per centre varies from 30 000 in high-income countries to 7500 in middle-income countries and around 3700 in low-income countries.

Fact 5

Voluntary unpaid donors account for 100% of blood supplies in 58 countries. Since the inception of World Blood Donor Day in 2004, 111 countries have reported an increase in the number of voluntary donations. But in 45 countries, less than 25% of blood supplies come from voluntary unpaid donors.

Fact 6

The average donation rate in high-income countries is 45.4 donations per 1000 people. This compares with 10.1 donations per 1000 people in middle-income countries and 3.6 donations in low-income countries. If 1% to 3% of a country’s population donated blood, it would be sufficient to meet the country’s needs. But in 77 countries, donation rates are still less than 1%.

Fact 7

Adequate stocks of safe blood can only be assured through regular donation by voluntary unpaid blood donors, because the prevalence of bloodborne infections is lowest among these donors. It is higher among donors who give blood only as a replacement when it is required for a family and among those who give blood for money or other forms of payment.

Fact 8

Donated blood should always be screened for HIV, hepatitis B, hepatitis C and syphilis prior to transfusion, but in 42 countries (out of 173 countries reporting in 2008) not all donated blood is tested for one or more of these infections. Testing is not reliable in many countries because of staff shortages, poor quality test kits, irregular supplies, or lack of basic laboratory services.

Fact 9

Separating blood into its various components allows a single unit of blood to benefit several patients and provides a patient only the portion of blood which is needed. About 97% of the blood collected in high-income countries, 63% in middle-income countries and 28% in low-income countries is separated into blood components.

Fact 10

Often transfusions are prescribed when simpler, less expensive treatments might be equally effective. This exposes some patients to the needless risk of infections or severe transfusion reactions due to incompatibility of blood groups. Safe clinical transfusion practices are fundamental for transfusion to be truly life-saving with minimal risk.

Cancer prevention (sumber:WHO)

Filed under: KMB, MATERI KEPERAWATAN — ROBBY BEE @ 4:06 AM

At least one-third of all cancer cases are preventable. Prevention offers the most cost-effective long-term strategy for the control of cancer.

Tobacco is the single largest preventable cause of cancer in the world today. It causes 80-90% of all lung cancer deaths, and about 30% of all cancer deaths in developing countries, including deaths from cancer of the oral cavity, larynx, oesophagus and stomach. A comprehensive strategy including bans on tobacco advertising and sponsorship, tax increases on tobacco products, and cessation programmes can reduce tobacco consumption in many countries. The WHO Framework Convention on Tobacco Control, adopted in May 2003, aims to curb tobacco-related deaths and disease.

– Tobacco Free Initiative

Dietary modification is another important approach to cancer control. There is a link between overweight and obesity to many types of cancer such as oesophagus, colorectum, breast, endometrium and kidney. Diets high in fruits and vegetables may have a protective effect against many cancers. Conversely, excess consumption of red and preserved meat may be associated with an increased risk of colorectal cancer. In addition, healthy eating habits that prevent the development of diet-associated cancers will also lower the risk of cardiovascular disease.

Regular physical activity and the maintenance of a healthy body weight, along with a healthy diet, will considerably reduce cancer risk. National policies and programmes should be implemented to raise awareness and reduce exposure to cancer risk factors, and to ensure that people are provided with the information and support they need to adopt healthy lifestyles.

– WHO global strategy on diet, physical activity and health

Infectious agents are responsible for almost 22% of cancer deaths in the developing world and 6% in industrialized countries. Viral hepatitis B and C cause cancer of the liver; human papilloma virus infection causes cervical cancer; the bacterium Helicobacter pylori increases the risk of stomach cancer. In some countries the parasitic infection schistosomiasis increases the risk of bladder cancer and in other countries the liver fluke increases the risk of cholangiocarcinoma of the bile ducts. Preventive measures include vaccination and prevention of infection and infestation.

– Infectious diseases health topics

Exposure to ionizing radiation is also known to cause to certain cancers. Excessive solar ultraviolet radiation increases the risk of all types of cancer of the skin. Avoiding excessive exposure, use of sunscreen and protective clothing are effective preventive measures.

– Ultraviolet radiation

Asbestos can cause lung cancer; aniline dyes have been linked to bladder cancer; and benzene can lead to leukaemia. The prevention of certain occupational and environmental exposure to these and other chemicals is another important element in preventing cancer.

– Occupational health

CANCER (sumber:WHO)

Filed under: KMB — ROBBY BEE @ 4:01 AM

KEY FACTS

  • Cancer is a leading cause of death worldwide: it accounted for 7.4 million deaths (around 13% of all deaths) in 2004.
  • Lung, stomach, liver, colon and breast cancer cause the most cancer deaths each year.
  • The most frequent types of cancer differ between men and women.
  • More than 30% of cancer deaths can be prevented.1
  • Tobacco use is the single most important risk factor for cancer.
  • Cancer arises from a change in one single cell. The change may be started by external agents and inherited genetic factors.
  • Deaths from cancer worldwide are projected to continue rising, with an estimated 12 million deaths in 2030.

Cancer is a generic term for a large group of diseases that can affect any part of the body. Other terms used are malignant tumours and neoplasms. One defining feature of cancer is the rapid creation of abnormal cells that grow beyond their usual boundaries, and which can then invade adjoining parts of the body and spread to other organs. This process is referred to as metastasis. Metastases are the major cause of death from cancer.

Global burden of cancer

Cancer is a leading cause of death worldwide. The disease accounted for 7.4 million deaths (or around 13% of all deaths worldwide) in 2004. The main types of cancer leading to overall cancer mortality each year are:

  • lung (1.3 million deaths/year)
  • stomach (803 000 deaths)
  • colorectal (639 000 deaths)
  • liver (610 000 deaths)
  • breast (519 000 deaths).

More than 70% of all cancer deaths occurred in low- and middle-income countries. Deaths from cancer worldwide are projected to continue rising, with an estimated 12 million deaths in 2030.

The most frequent types of cancer worldwide (in order of the number of global deaths) are:

  • Among men – lung, stomach, liver, colorectal, oesophagus and prostate
  • Among women – breast, lung, stomach, colorectal and cervical.

What causes cancer?

Cancer arises from one single cell. The transformation from a normal cell into a tumour cell is a multistage process, typically a progression from a pre-cancerous lesion to malignant tumours. These changes are the result of the interaction between a person’s genetic factors and three categories of external agents, including:

  • physical carcinogens, such as ultraviolet and ionizing radiation
  • chemical carcinogens, such as asbestos, components of tobacco smoke, aflatoxin (a food contaminant) and arsenic (a drinking water contaminant)
  • biological carcinogens, such as infections from certain viruses, bacteria or parasites.

Some examples of infections associated with certain cancers:

  • Viruses: hepatitis B and liver cancer, Human Papilloma Virus (HPV) and cervical cancer, and human immunodeficiency virus (HIV) and Kaposi sarcoma.
  • Bacteria: Helicobacter pylori and stomach cancer.
  • Parasites: schistosomiasis and bladder cancer.

Ageing is another fundamental factor for the development of cancer. The incidence of cancer rises dramatically with age, most likely due to a buildup of risks for specific cancers that increase with age. The overall risk accumulation is combined with the tendency for cellular repair mechanisms to be less effective as a person grows older.

Tobacco use, alcohol use, low fruit and vegetable intake, and chronic infections from hepatitis B (HBV), hepatitis C virus (HCV) and some types of Human Papilloma Virus (HPV) are leading risk factors for cancer in low- and middle-income countries. Cervical cancer, which is caused by HPV, is a leading cause of cancer death among women in low-income countries.

In high-income countries, tobacco use, alcohol use, and being overweight or obese are major risk factors for cancer.

How can the burden of cancer be reduced?

Knowledge about the causes of cancer, and interventions to prevent and manage the disease is extensive. Cancer can be reduced and controlled by implementing evidence-based strategies for cancer prevention, early detection of cancer and management of patients with cancer.

More than 30% of cancer could be prevented by modifying or avoiding key risk factors, according to a 2005 study by international cancer collaborators1. Risk factors include:

  • tobacco use
  • being overweight or obese
  • low fruit and vegetable intake
  • physical inactivity
  • alcohol use
  • sexually transmitted HPV-infection
  • urban air pollution
  • indoor smoke from household use of solid fuels.

Prevention strategies:

  • increase avoidance of the risk factors listed above
  • vaccinate against human papilloma virus (HPV) and hepatitis B virus (HBV)
  • control occupational hazards
  • reduce exposure to sunlight

Early detection

About one-third of the cancer burden could be decreased if cases were detected and treated early. Early detection of cancer is based on the observation that treatment is more effective when cancer is detected earlier. The aim is to detect the cancer when it is localized (before metastasis). There are two components of early detection efforts:

  • Education to help people recognize early signs of cancer and seek prompt medical attention for symptoms, which might include: lumps, sores, persistent indigestion, persistent coughing, and bleeding from the body’s orifices.
  • Screening programmes to identify early cancer or pre-cancer before signs are recognizable, including mammography for breast cancer, and cytology (a “pap smear”) for cervical cancer.

Treatment and care

  • Treatment aims to cure, prolong life and improve quality of life for patients. Some of the most common cancer types, such as breast cancer, cervical cancer and colorectal cancer, have high cure rates when detected early and treated according to best practice. Principal treatment methods are surgery, radiotherapy and chemotherapy. Fundamental for adequate treatment is an accurate diagnosis through imaging technology (ultrasound, endoscopy or radiography) and laboratory (pathology) investigations.
  • Relief from pain and other problems can be achieved in over 90% of cancer patients through palliative care. Effective ways exist to provide palliative care for patients and their families in low resource settings.

WHO response

In 2008, WHO launched its Noncommunicable Diseases Action Plan. The Cancer Action Plan is currently under development.

WHO, other United Nations organizations and partners collaborate on international cancer prevention and control to:

  • Increase political commitment for cancer prevention and control;
  • Generate new knowledge, and disseminate existing knowledge to facilitate the delivery of evidence-based approaches to cancer control;
  • Develop standards and tools to guide the planning and implementation of interventions for prevention, early detection, treatment and care;
  • Facilitate broad networks of cancer control partners at global, regional and national levels;
  • Strengthen health systems at national and local levels; and
  • Provide technical assistance for rapid, effective transfer of best practice interventions to developing countries.

23 Januari 2010

FORMAT PENGKAJIAN PRAKTEK BELAJAR KLINIK KEBUTUHAN DASAR/MEDICAL SURGICAL

Filed under: KMB — ROBBY BEE @ 2:48 AM

I. DATA DEMOGRAFI

A. Biodata: – Nama ( nama lengkap, nama panggilan ) : – Usia / tanggal lahir : – Jenis kelamin : – Alamat ( lengkap dengan no.telp ) : – Suku / bangsa : – Status pernikahan : – Agama / keyakinan : – Pekerjaan / sumber penghasilan : – Diagnosa medik : – No. medical record : – Tanggal masuk : – Tanggal pengkajian : – Therapy medik : B. Penanggung jawab – Nama : – Usia : – Jenis kelamin : – Pekerjaan / sumber penghasilan : – Hubungan dengan klien :

II. KELUHAN UTAMA Keluhan klien sehingga dia membutuhkan perawatan medik, jika klien tidak mempunyai keluhan utama, lakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui penyebab sakitnya :

III. RIWAYAT KESEHATAN A. Riwayat kesehatan sekarang – Waktu timbulnya penyakit, kapan? Jam? : – Bagaimana awal munculnya ?tiba-tiba?berangsur-angsur? : – Keadaan penyakit, apakah sudah membaik, parah atau tetap sama dengan sebelumnya : – Usaha yang dilakukan untuk mengurangi keluhan : – Kondisi saat dikaji  P Q R S T : B. Riwayat kesehatan lalu – Penyakit pada masa anak-anak dan penyakit infeksi yang pernah dialami : – Imunisasi : – Kecelakaan yangpernah dialami : – Prosedur operasi dan perawatan rumah sakit : – Allergi ( makanan,obat-obatan, zat/substansi,textil ) : – Pengobatan dini (konsumsi obat-obatan bebas) : C. Riwayat kesehatan keluarga – Identifikasi berbagai penyakit keturunan yang umumnya menyerang : – Anggota keluarga yang terkena alergi, asma, TBC, hipertensi, penyakit jantung, stroke, anemia, hemopilia, arthritis, migrain, DM, kanker dan gangguan emosional : – Buat bagan dengan genogram :

IV. RIWAYAT PSIKOSOSIAL – Identifikasi klien tentang kehidupan sosialnya : – Identifikasi hubungan klien dengan yang lain dan kepuasan diri sendiri : – Kaji lingkungan rumah klien, hubungkan dengan kondisi RS : – Tanggapan klien tentang beban biaya RS : – Tanggapan klien tentang penyakitnya :

V. RIWAYAT SPIRITUAL – Kaji ketaatan klien beribadah dan menjalankan kepercayaannya : – Support system dalam keluarga : – Ritual yang biasa dijalankan :

VI. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan umum klien – Tanda-tanda dari distress : – Penampilan dihubungkan dengan usia : – Ekspresi wajah, bicara, mood : – Berpakaian dan kebersihan umum : – Tinggi badan, BB, gaya berjalan : B. Tanda-tanda vital – Suhu : – Nadi : – Pernafasan : – Tekanan darah : C. Sistem pernafasan – Hidung : kesimetrisan, pernafasan cuping hidung, adanya sekret/polip,passase udara : – Leher : Pembesaran kelenjar, tumor – Dada • Bentuk dada (normal,barrel,pigeon chest) : • Perbandingan ukuran anterior-posterior dengan transversi : • Gerakan dada (kiri dan kanan, apakah ada retraksi) : • Keadaan proxsesus xipoideus : • Suara nafas (trakhea, bronchial, bronchovesikular) : • Apakah ada suara nafas tambahan ? : – Apakah ada clubbing finger : D. Sistem kardiovaskuler – Conjunctiva (anemia/tidak), bibir (pucat, cyanosis) : – Arteri carotis : – Tekanan vena jugularis : – Ukuran jantung : – Ictus cordis/apex : – Suara jantung (mitral,tricuspidalis,S1,S2,bising aorta,murmur,gallop) : – Capillary retilling time : E. Sistem perncernaan – Sklera (ikterus/tidak) : – Bibir (lembab, kering, pecah-pecah, labio skizis) : – Mulut (stomatitis, apakah ada palatoskizis, jumlah gigi, kemampuan menelan, gerakan lidah ) : – Gaster (kembung, gerakan peristaltik ) : – Abdomen (periksa sesuai dengan organ dalam tiap kuadran) : – Anus (kondisi, spinkter ani, koordinasi) : F. Sistem indra 1. Mata – Kelopak mata, bulu mata, alis, lipatan epikantus dengan ujung atas telinga : – Visus (gunakan snellen card) : – Lapang pandang : 2. Hidung – Penciuman, perih dihidung, trauma, mimisan : – Sekret yang menghalangi penciuman : 3. Telinga – Keadan daun telinga, operasi telinga : – Kanal auditoris : – Membrana tympani : – Fungsi pendengaran : G. Sistem saraf 1. Fungsi cerebral a. Status mental (orientasi, daya ingat, perhatian dan perhitungan, bahasa) : b. Kesadaran (eyes, motorik, verbal) dengan GCS : c. Bicara (ekspresive dan resiptive ) 2. Fungsi kranial (saraf kranial I s/d XII) : 3. Fungsi motorik (massa, tonus dari kekuatan otot) : 4. Fungsi sensorik (suhu, nyeri, getaran posisi dan diskriminasi ) : 5. Fungsi cerebellum (koordinasi dan keseimbangan) : 6. Refleks (ekstremitas atas, bawah dan superficial) : 7. Iritasi meningen (kaku kuduk, lasaque sign, kernig sign, brudzinski sign) : H. Sistem muskuloskeletal 1. Kepala ( bentuk kepala ) : 2. Vertebrae (bentuk, gerakan, ROM ) : 3. Pelvis (Thomas test, trendelenberg test, ortolani/barlow test, ROM) : 4. Lutut (Mc Murray Test, Ballotement, ROM) : 5. Kaki (keutuhan ligamen, ROM) : 6. Bahu : 7. Tangan : I. Sistem integumen – Rambut ( distribusi ditiap bagian tubuh, texture, kelembaban, kebersihan ) : – Kulit (perubahan warna, temperatur, kelembaban,bulu kulit, erupsi, tahi lalat, ruam, texture ) : – Kuku ( warna, permukaan kuku, mudah patah, kebersihan ) : J. Sistem endokrin – Kelenjar tiroid : – Percepatan pertumbuhan : – Gejala kreatinisme atau gigantisme : – Ekskresi urine berlebihan , polydipsi, poliphagi : – Suhu tubuh yang tidak seimbang , keringat berlebihan, leher kaku ) : – Riwayat bekas air seni dikelilingi semut : K. Sistem perkemihan – Edema palpebra : – Moon face : – Edema anasarka : – Keadaan kandung kemih : – Nocturia, dysuria, kencing batu : – Penyakit hubungan sexual : L. Sistem reproduksi 1. Wanita – Payudara (putting, areola mammae, besar, perbandingan kiri dan kanan) : – Labia mayora dan minora : – Keadaan hymen : – Haid pertama : – Siklus haid : 2. Laki-laki – Keadaan gland penis (urethra) : – Testis (sudah turun/belum) : – Pertumbuhan rambut (kumis, janggut, ketiak) : – Pertumbuhan jakun : – Perubahan suara : M. Sistem immun – Allergi ( cuaca, debu, bulu binatang, zat kimia ) : – Immunisasi : – Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca : – Riwayat transfusi dan reaksinya :

VII. AKTIVITAS SEHARI-HARI A. Nutrisi – Selera makan : – Menu makan dalam 24 jam : – Frekuensi makan dalam 24 jam : – Makanan yang disukai dan makanan pantangan : – Pembatasan pola makanan : – Cara makan ( bersama keluarga, alat makan yang digunakan ) : – Ritual sebelum makan : B. Cairan – Jenis minuman yang dikonsumsi dalam 24 jam : – Frekuensi minum : – Kebutuhan cairan dalam 24 jam : C. Eliminasi ( BAB & BAK ) – Tempat pembuangan : – Frekuensi ? Kapan ? Teratur ? : – Konsistensi : – Kesulitan dan cara menanganinya : – Obat-obat untuk memperlancar BAB/BAK : D. Istirahat Tidur – Apakah cepat tertidur : – Jam tidur (siang/malam) : – Bila tidak dapat tidur apa yang dilakukan : – Apakah tidur secara rutin : E. Olahraga – Program olahraga tertentu : – Berapa lama melakukan dan jenisnya : – Perasaan setelah melakukan olahraga : F. Rokok / alkohol dan obat-obatan – Apakah merokok ? jenis ? berapa banyak ? kapan mulai merokok ? – Apakah minum minuman keras ? berapa minum /hari/minggu ? jenis minuman ? apakah banyak minum ketika stress ? apakah minuman keras mengganggu prestasi kerja ? : – Kecanduan kopi, alkohol, tea atau minuman ringan ? berapa banyak /hari ? : – Apakah mengkonsumsi obat dari dokter (marihuana, pil tidur, obat bius) : G. Personal hygiene – Mandi (frekuensi, cara, alat mandi, kesulitan, mandiri/dibantu) : – Cuci rambut : – Gunting kuku : – Gosok gigi : H. Aktivitas / mobilitas fisik – Kegiatan sehari-hari : – Pengaturan jadwal harian : – Penggunaan alat bantu untuk aktivitas : – Kesulitan pergerakan tubuh : I. Rekreasi – Bagaimana perasaan anda saat bekerja ? : – Berapa banyak waktu luang ? : – Apakah puas setelah rekreasi ? : – Apakah anda dan keluarga menghabiskan waktu senggang ? : – Bagaimana perbedaan hari libur dan hari kerja ? :

VIII. TEST DIAGNOSTIK – Laboratorium (tulis nilai normalnya) : – Ro foto : – CT Scan : – MRI, USG, EEG, ECG, dll.

IX. Therapy saat ini (tulis dengan rinci)

19 Januari 2010

OKSIGEN

Filed under: 1 — ROBBY BEE @ 4:42 PM

Dapatkah seseorang bertahan hidup tanpa menghirup Oksigen? Saya yakin jawabannya adalah Tidak! Begitu esensialnya unsur ini bagi kehidupan sehingga apabila 10 detik saja otak manusia tidak mendapatkan oksigen, maka yang akan terjadi kemudian adalah penurunan kesadaran dan apabila terus berlanjut, otak akan mengalami kerusakan yang lebih berat dan irreversible.

Sistem pengangkut O2 di dalam tubuh terdiri atas paru-paru dan sistim kardiovaskuler. Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu tergantung pada jumlah O2 yang masuk kedalam paru-paru, adanya pertukaran gas dalam paru yang adekuat, aliran darah menuju jaringan, serta kapasitas darah untuk mengangkut O2. aliran darah bergantung pada derajat konstriksi jaringan vaskuler didalam jaringan serta curah jantung. Jumlah O2 didalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah serta afinitas hemoglobin terhadap O2. Oksigen berdifusi dari bagian konduksi paru kebagian respirasi paru sampai ke alveoli, membrana basalis dan endotel kapiler. Dalam darah sebagian besar O2 bergabung dengan hemoglobin (97%) dan sisanya larut dalam plasma (3%). Dewasa muda pria, jumlah darahnya ± 75 ml/kg , sedangkan wanita ± 65 ml/kg. Satu ml darah pria mengandung kira-kira 280 juta molekul Hb. Satu molekul Hb sanggup mengikat 4 Molekul O2 membentuk HbO2; oksi hemoglobin. Dinamika reaksi pengikatan O2 oleh hemoglobin menjadikannya sebagai pembawa O2 yang sangat serasi. Hemoglobin adalah protein yang dibentuk dari 4 subunit, masing-masing mengandung gugus heme yang melekat pada sebuah rantai polipeptida. Heme adalah kompleks yang dibentuk dari suatu porfirin dan 1 atom besi fero. Masing-masing dari ke-4 ataom besi dapat mengikat satu molekul O2 secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam bentuk fero, sehingga reaksi pengikatan O2 merupakan suatu reaksi oksigenasi, bukan reaksi oksidasi. Reaksi pengikatan hemoglobin dengan O2 lazim ditulis sebagai Hb + O2 ↔ HbO2.

Berikut ini akan dijabarkan beberapa keadaan dimana tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksemia, hipoksia dan gagal nafas).

Hipoksemia

Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai normal (nilai normal PaO285-100 mmHg), SaO2 95%. Hipoksemia dibedakan menjadi ringan sedang dan berat berdasarkan nilai PaO2 dan SaO2, yaitu:

1. Hipoksemia ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan SaO2 90-94%

2. Hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89%

3. Hipoksemia berat bila PaO2 kurang dari 40 mmHg dan SaO2 kurang dari 75%.

Umur juga mempengaruhi nilai PaO2 dimana setiap penambahan umur satu tahun usia diatas 60 tahun maka terjadi penurunan PaO2 sebesar 1 mmHg. Hipoksemia dapat disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, hipoventilasi, pirau, gangguan difusi dan berada ditempat yang tinggi. Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang bertujuan untuk mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai. Bila tekanan oksigen arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg, kendali nafas akan meningkat, sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO2) yang meningkat dan sebaliknya tekanan karbondioksida arteri (PaCO2) menurun, jaringan Vaskuler yang mensuplai darah di jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi, juga terjadi takikardi kompensasi yang akan meningkatkan volume sekuncup jantung sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki. Hipoksia alveolar menyebabkan kontraksi pembuluh pulmoner sebagai respon untuk memperbaiki rasio ventilasi perfusi di area paru terganggu, kemudian akan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal sehingga mengakibatkan eritrositosis dan terjadi peningkatan kapasiti transfer oksigen. Kontraksi pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan peningkatan volume sekuncup jantung akan menyebabkan hipertensi pulmoner, gagal jantung kanan bahkan dapat menyebabkan kematian.

Hipoksia

Hipoksia adalah kekurangan O2 ditingkat jaringan. Istilah ini lebih tepat dibandingkan anoksia, sebab jarang dijumpai keadaan dimana benar-benar tidak ada O2 tertinggal dalam jaringan, secara tradisional, hipoksia dibagi dalam 4 jenis. Keempat kategori hipoksia adalah sebagai berikut :

1. Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik) yaitu apabila PO2 darah arteri berkurang. Merupakan masalah pada individu normal pada daerah ketinggian serta merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai penyakit sistim pernafasan lainnya. Gejala yang muncul pada keadaan ini antara lain alkalosis respiratorik, iritabilitas, insomnia, sakit kepala, sesak nafas, mual dan muntah.

2. Hipoksia anemik yaitu apabila O2 darah arteri normal tetapi mengalami denervasi. Sewaktu istirahat, hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena terdapat peningkatan kadar 2,3-DPG didalam sel darah merah, kecuali apabila defisiensi hemoglobin sangat besar. Meskipun demikian, penderita anemia mungkin mengalami kesulitan cukup besar sewaktu melakukan latihan fisik karena adanya keterbatasan kemampuan meningkatkan pengangkutan O2 kejaringan aktif.

3. Hipoksia stagnan; akibat sirkulasi yang lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal dan jantung saat terjadi syok. Hipoksia akibat sirkulasi lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal dan jantung saat terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak mengalami kerusakan akibat hipoksia stagnan pada gagal jantung kongestif. Pada keadaan normal, aliran darah ke paru-paru sangat besar, dan dibutuhkan hipotensi jangka waktu lama untuk menimbulkan kerusakan yang berarti. Namun, syok paru dapat terjadi pada kolaps sirkulasi berkepanjangan,terutama didaerah paru yang letaknya lebih tinggi dari jantung.

4. Hipoksia histotoksik; hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan paling sering diakibatkan oleh keracunan sianida. Sianida menghambat sitokrom oksidasi serta mungkin beberapa enzim lainnya. Biru metilen atau nitrit digunakan untuk mengobati keracunan sianida. Zat-zat tersebut bekerja dengan sianida, menghasilkan sianmethemoglobin, suatu senyawa non toksik. Kemampuan pengobatan menggunakansenyawa ini tentu saja terbatas pada jumlah methemoglobin yang dapat dibentuk dengan aman. Pemberian terapi oksigen hiperbarik mungkin juga bermanfaat.

Gagal Nafas

Gagal nafas merupakan suatu keadaan kritis yang memerlukan perawatan di instansi perawatan intensif. Diagnosis gagal nafas ditegakkan bila pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara adekuat atau tidak mampu mencukupi kebutuhan oksigen darah dan sistem organ. Gagal nafas terjadi karena disfungsi sistem respirasi yang dimulai dengan peningkatan karbondioksida dan penurunan jumlah oksigen yang diangkut kedalam jaringan. Gagal nafas akut sebagai diagnosis tidak dibatasi oleh usia dan dapat terjadi karena berbagai proses penyakit. Gagal nafas hampir selalu dihubungkan dengan kelainan diparu,tetapi keterlibatan organ lain dalam proses respirasi tidak boleh diabaikan.

1. Gagal Nafas Tipe I

Pada tipe ini terjadi perubahan pertukaran gas yang diakibatkan kegagalan oksigenasi. PaO2 ≤50 mmHg merupakan ciri khusus tipe ini, sedangkan PaCO2 ≤40 mmHg, meskipun ini bisa juga disebabkan gagal nafas hiperkapnia. Ada 6 kondisi yang menyebabkan gagal nafas tipe I yaitu:

• Ketidaknormalan tekanan partial oksigen inspirasi (low PIO2)

• Kegagalan difusi oksigen

• Ketidakseimbangan ventilasi / perfusi [V/Q mismatch]

• Pirau kanan ke kiri

• Hipoventilasi alveolar

• Konsumsi oksigen jaringan yang tinggi

2. Gagal Nafas Tipe II

Tipe ini dihubungkan dengan peningkatan karbondioksida karena kegagalan ventilasi dengan oksigen yang relatif cukup. Beberapa kelainan utama yang dihubungkan dengan gagal nafas tipe ini adalah kelainan sistem saraf sentral, kelemahan neuromuskuler dam deformiti dinding dada.

Penyebab gagal nafas tipe II adalah :

• Kerusakan pengaturan sentral

• Kelemahan neuromuskuler

• Trauma spina servikal

• Keracunan obat

• Infeksi

• Penyakit neuromuskuler

• Kelelahan otot respirasi

• Kelumpuhan saraf frenikus

• Gangguan metabolisme

• Deformitas dada

• Distensi abdomen massif

• Obstruksi jalan nafas

Terapi oksigen merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian O2 adalah untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja miokard. Adapun syarat-syarat dalam pemberian oksigen adalah konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol, tidak terjadi penumpukan CO2, mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah, efisien dan ekonomis, serta nyaman untuk pasien. Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan “Humidification”. Hal ini penting diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan O2 yang diperoleh dari sumber O2 (Tabung) merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.

Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka adapun indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut :

• Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah,

• Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan,

• Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat. Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 dindikasikan kepada klien dengan gejala; sianosis, hipovolemi, perdarahan, anemia berat, keracunan CO, asidosis, selama dan sesudah pembedahan, klien dengan keadaan tidak sadar.

Pemberian oksigen untuk mengatasi kondisi kekurangan oksigen dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu system aliran rendah dan system aliran tinggi;

1. Sistem Aliran Rendah

a. Aliran rendah konsentrasi rendah

Menggunakan kanula nasal/binasal

• Digunakan untuk pemberian O2 dengan aliran 1-6 lt/mnt

• Dengan memberikan FiO2 sebesar 24 – 44 %

• Kadar O2 bertambah 4 % untuk tiap tambahan 1 lt/mt

b. Aliran rendah konsentrasi tinggi

Menggunakan sungkup muka (masker) sederhana

• Aliran O2 sebesar 6-10 Lt/Mt

• Konsentrasi FiO2 sebesar 60 %

• Merupakan aliran rendah melalui hidung, nasofaring dan orofaring.

Menggunakan Sungkup muka dengan kantong rebreathing

• Aliran O2 yang diberikan 6 – 10 l/mnt.

• Konsentrasi FiO2 sebesar 80 %

• Udara inspirasi sebagian bercampur dengan udara ekspirasi, karena 1/3 bagian  volume ekspirasi masuk kantong.

• 2/3 bagian keluar lewat lubang-lubang samping sungkup

Menggunakan Sungkup muka dengan kantong non rebreathing

• Aliran O2 diberikan 8-12 lt/mt • Konsentrasi FiO2 sebesar 100%

• Udara inspirasi tidak bercampur dengan ekspirasi

2. Sistem Aliran Tinggi

a. Aliran tinggi konsentrasi rendah

Menggunakan Sungkup Venturi

• Memberikan aliran yang bervariasi

• Konsentrasi O2 sebesar 24-25 %

• Dipakai pada pasien dengan tipe ventilasi tidak teratur

• Untuk pasien hipercarbia yang disertai hipoksia

b. Aliran tinggi konsentrasi tinggi

• Dengan menggunakan head box

• Sungkup CPAP (Continous Positive Airway Pressure)

Toksikasi oksigen dapat terjadi bila oksigen diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama 1-2 hari. Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan enzim proteolotik dan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain seperti retensi gas karbondioksida dan atelektasis. Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun juga pada bakteri, jamur, biakan sel hewam dan tanaman. Apabila O2 80-100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru.

Older Posts »

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.